Secara etimologi, aqidah berakar dari kata “aqada-ya’qidu-aqdan-‘aqiidatan.” Aqdan memiliki beberapa makna, di antaranya : simpul, kokoh, ikatan dan perjanjian. Setelah kata ‘aqdan berbentuk menjadi ‘aqidah, yang berarti keyakinan. Kaitan antara arti kata ‘aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Jika dalam bahasa Arab disebutkan sebuah ungkapan “i’taqadtu kadzaa” artinya : saya beri’tiqad begini. Maksudnya adalah saya mengikat hati dalam hal tersebut. Mengikat hati berarti meyakini. Jadi aqidah adalah sesuatu yang diyakini oleh seseorang. Makna aqidah secara bahasa akan lebih jelas jika dikaitkan dengan pengertian secara termimologis.
Secara terminologis terdapat beberapa definisi aqidah, antara lain :
1. Menurut Hasan Al-Banna, ‘aqaid [bentuk jamak dari ‘aqidah] adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
2. Menurut Abu Bakar Al-Jazairy, aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Dari kedua definisi tersbut dapat dijelaskan poin penting berikut :
A. Sejumlah Kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia.
Ilmu (kebenaran) dibagi menjadi dua, yaitu ilmu dharury adalah ilmu yang dihasilkan oleh indra dan tidak memerlukan dalil, dan ilmu nadhary, yaitu ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian.